Selasa, 01 Januari 2013

Makalah Kasus Bullying


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Sejarah bullying dimulai bahkan sejak ratus ribu tahun yang lalu saat manusia Neanderthal digantikan oleh Homo Sapiens yang lebih kuat dan lebih berkembang. Tema utama yang terekam dari sejarah-sejarah mengenai perilaku bullying adalah eksploitasi yang lemah oleh yang kuat, bukan secara tidak sengaja namun secara purposif atau bertujuan.
Sekalipun bullying telah menjadi sebuah masalah selama berabad-abad, bullying tidak menerima perhatian penelitian signifikan sampai tahun 1970-an (Olweus, 1978). Profesor Dan Olweus adalah ilmuwan pertama yang memfokuskan diri pada topik tersebut dan mengkontribusikan data ilmiahnya pada literatur bullying. Banyak penelitian Olweus menjelaskan mengapa beberapa anak melakukan bullying dan mengapa beberapa lainnya menjadi korban bullying. Bukan itu saja, Olweus juga menunjukkan bahwa bullying di sekolah dapat direduksi secara signifikan. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat penting.
Hasil studi dari Olweus mengesankan banyak peneliti sosial di dunia. Sebelum abad ke -20 berakhir, ratusan studi serupa telah dilakukan di banyak negara. Buku, artikel, website, video dan CD mulai bermunculan dengan maksud untuk menjelaskan apa saja yang perlu kita lakukan untuk mereduksi bahkan menghentikan bullying di sekolah.
Sebagaimana yang diindikasikan oleh Olweus (1978), penelitian berkenaan dengan bullying dimulai di negara-negara Eropa. Perhatian penelitian di Norwegia dan Swedia pada tahun 1980-an mengarah pada kampanye intervensi nasional pertama menentang bullying. Kesuksesan penelitian ini memotivasi negara-negara lain seperti Finlandia, Inggris, dan Irlandia untuk meneliti bullying (Ross, 2002; Smith&Brain, 2000). Sejak akhir tahun 1980-an, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melaksanakan penelitian-penelitian lintas bangsa setiap empat tahun berkenaan dengan perilaku sehat pada anak-anak usia sekolah. Sampel usia 11, 13, dan 15 tahun dari berbagai dunia dinilai, dan bullying dimasukan sebagai suatu aspek penting dari penelitian tersebut.
Di Asia, Jepang merupakan negara yang telah melakukan upaya-upaya untuk memahami bullying dan mengembangkan cara-cara untuk mencegah bullying. Kata Bahasa Jepang ijime diterjemahkan sebagai “bullying” dalam Bahasa Inggris. Menurut Kawabata (2001), ijime merujuk pada bullying yang menyebabkan hasil-hasil dalam trauma dan dalam beberapa kasus fobia sekolah. Selain itu, Tanaka (2001) menggambarkan shunning sebagai suatu tipe bullying yang khas ditemukan di Jepang. Shunning adalah satu tipe bullying dimana sekolompok teman sebaya secara kolektif mengabaikan dan mengeluarkan seorang korban (dari kelompoknya).
Di Amerika, bullying jelas-jelas merupakan sebuah isu serius. Menurut Ross (2002), bullying itu dianggap bentuk agresi yang paling dominan ditemukan di sekolah-sekolah Amerika dan berpengaruh kuat pada sebagian besar para siswa bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk kekerasan lain.

B.    Definisi Bullying
Istilah Bullying belum banyak dikenal  masyarakat, terlebih karena belum ada padanan kata  yang tepat dalam bahasa Indonesia (Susanti, 2006). Bullying berasal dari kata bully, menurut kamus Inggris-Indonesia karangan Echols dan Shadily bully diartikan sebagai :
bully /’bulie/ kb. (j. –lies) penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. –ks. Inf.: baik, bagus, kelas satu, nomor wahid. –kkt. (bullied) menggertak, mengganggu.”

Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat  untuk menggambarkan fenomena Bullying di antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi (Susanti, 2006).



BAB II
ISI
A.   Kategori Bullying
1.      Bullying kategori rendah (low) biasanya melibatkan periode yang singkat (1-8 hari dalam satu bulan), tindakannya dapat meliputi ejekan, pemberian julukan yang buruk, dan pengucilan sewaktu-waktu. Bullying dalam kategori ini biasanya menyebalkan dan tidak menyenangkan serta dapat bereskalasi menjadi bentuk bullying yang lebih serius. Kebanyakan perilaku bullying di sekolah berada dalam tingkatan ini.
2.      Bullying kategori sedang (intermediate) terjadi saat seseorang mengalami bentuk pelecehan dan penghinaan yang sistematik dan meyakinkan selama periode waktu yang cukup lama (9-16 hari dalam satu bulan). Tindakannya dapat meliputi ejekan yang kejam, pengucilan yang berkelanjutan, dan beberapa ancaman dan serangan fisik yang halus seperti mendorong, menjegal, menarik baju dan sebagainya.
3.      Bullying kategori tinggi (severe) melibatkan intimidasi dan tekanan yang kejam dan intens, terutama saat hal tersebut terjadi dalam jangka waktu yang panjang atau lama dan sangat menimbulkan distress bagi korbannya. Bullying kategori ini seringkali melibatkan serangan fisik yang cukup ekstrim seperti memukul, menendang, melukai dengan senjata dan sebagainya, namun bisa juga melibatkan aksi non-fisik seperti pengasingan total dari kelompok, fitnah yang kejam dan sarkasme yang berlebihan.

B.    Jenis Bullying
a.      Bullying secara verbal, berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial), pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan lain sebagainya. Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan, kerap menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh.
b.     Bullying secara fisik, yang termasuk jenis ini ialah memukuli, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, emiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Anak yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk ini kerap merupakan anak yang paling bermasalah dan cenderung beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut.
c.      Bullying secara relasional (pengabaian), digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau bahkan untuk merusak hubungan persahabatan. Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri si korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar. Bullying secara relasional mencapai puncak kekuatannya di awal masa remaja, saat terjadi perubahan-perubahan fisik, mental, emosional dan seksual. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya.
d.      Bullying elektronik, merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya.

C.  Proses dan Siklus Bullying
Proses dan siklus dimana bullying dimulai dan berkembang dapat diilustrasikan dalam serangkaian diagram. Siklus atau proses bullying dimulai saat terdapat anak yang relatif lemah dan rentan terhadap serangan orang lain. Menurut penelitian, biasanya anak semacam ini introvert, secara fisik lebih lemah dibanding anak-anak lain, cemas, terisolir dan dijadikan objek olok-olok. Selanjutnya, muncul seorang anak atau sekelompok anak yang lebih kuat dan menempatkan korban kedalam situasi bullying. Situasi bullying ini biasanya dimulai dengan olok-olok dan ejekan, dan hal tersebut bisa tidak berlanjut dan bisa juga berkembang menuju tingkat yang lebih tinggi. Beberapa anak mulai ikut serta menjadi pelaku bullying dan korban mulai mengalami kekerasan verbal, tekanan dan dalam kasus yang ekstrim ia bisa saja mengalami serangan fisik. Periode penolakan ini bisa beralih menjadi periode dimana korban menjadi terisolir.
Jika korban merupakan korban pasif dan tidak resisten, terlihat bahwa korban pasif biasanya merasa takut dan cemas. Jika korban memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia terganggu atau ia menyerah, maka hal tersebut merupakan bukti bahwa si pelaku berhasil. Pelaku memperoleh rasa senang dan puas atas dominasinya. Jika ada pembenaran atau penguatan dari orang lain (bystanders), maka secara perlahan empati si pelaku akan menghilang dan bullying akan berlanjut menjadi bentuk yang lebih intens dan lebih terelaborasi. Bagi korban hal ini merupakan pengalaman yang akan menghantui dirinya selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Siklus bullying dapat terhenti ketika ada korban yang berusaha mencari pertolongan atau mencari cara untuk melepaskan diri menghindar dari pelaku bullying, ada yang menemukan cara tersebut dan ada juga yang tidak. Cara-cara yang ditempuh bisa dengan melarikan diri, melawan balik, bersikap dingin seakan tidak terjadi apa-apa, ataupun mencari bantuan dengan melapor pada orang dewasa. Korban yang menemukan cara untuk lepas dari situasi bullying disebut korban yang resisten. Ada juga korban yang menjadi resisten karena memperoleh pertolongan dari pihak lain, dan hal ini juga dapat mendobrak siklus bullying.

D.   Faktor Penyebab Terjadinya Perilaku Bullying
1.     Kurangnya perhatian
Kurangnya keterlibatan orang tua terhadap anak membuat anak menjadi caper atau cari perhatian dari orang lain. Dan itu menyebabkan anak menjadi selalu ingin diperhatikan sekalipun ia harus melakukan kekerasan
2.    Gender sebagai laki-laki dan kecenderungan untuk berkelahi
Banyak dari mereka yang mendidik anak laki-lakinya bahwa laki-laki itu harus kuat, tidak boleh kalah dalam persaingan tapi tidak memberi contoh dari hal-hal yang diajarkan tersebut sehingga anak salah dalam memahami kuat itu bagaimana, menang dari persaingan itu seperti apa. Akhirnya, anak menjadi suka berkelahi dan berperilaku yang kurang baik dengan tujuan ingin diakui sebagai laki-laki. Selain itu, anak menjadi berperilaku agresif secara fisik dan membuat anak menjadi sering dimusuhi. Akibat dari dimusuhi, akhirnya anak jadi sering berkelahi karena ingin membalas dendam.
3.     Adegan kekerasan dari beberapa media
Berbagai media seperti game, televisi, dan film sering menampilkan tayangan perang dan kekerasan. Maka dari itu, orang tua harus mendampingi dan mengawasi anak saat bermain game maupun menonton film dan jangan lupa bagi orang tua untuk memperingatkan anak untuk tidak meniru adegan-adegan yang berhubungan dengan kekerasan, sebab anak cenderung meniru pada apa yang ia tonton dan ia mainkan.

4.     Masalah keluarga
Seringnya terjadi percekcokan antara ayah dan ibu yang dilakukan di depan anak serta orang tua yang sering memarahi anaknya menyebabkan emosional anak tidak stabil dan menjadi agresif.
5.     Faktor psikologis dari orang tua
Orang tua juga harus menjadi teladan yang baik bagi anaknya, jangan sampai Anda salah dalam mendidik anak yang justru malah menyebabkan anak melakukan tindakan bullying. Orang tua yang memiliki kesehatan mental dan jiwa yang kurang baik berpotensi besar memiliki anak yang melakukan tindakan bullying.
6.     Kecenderungan permusuhan
Dalam hubungan keluarga maupun pertemanan, permusuhan seringkali tak bisa dihindari. Merasa dimusuhi akan membuat anak merasa dendam dan ingin membalasnya.
7.    Riwayat korban kekerasan
Biasanya, anak yang pernah mengalami kekerasan khususnya dari orang tua lebih cenderung 'balas dendam' pada temannya di luar rumah.
8.    Riwayat berkelahi
Kadang berkelahi untuk membuktikan kekuatan bisa menjadikan seseorang ketagihan untuk tetap melakukannya. Bisa jadi karena mereka senang karena memperoleh pujian oleh banyak orang.

E.    Karakteristik Pelaku Bullying
karakteristik pelaku bullying dalam daftar ciri-ciri bully, yakni sebagai berikut :
1)      Melakukan perilaku agresif berulang
2)      Berpikiran positif terhadap penggunaan kekerasan
3)      Kurang kasih sayang dalam suatu hubungan
4)      Mengalami kebingungan dalam diri
5)      Mengembangkan pola perilaku impulsif
6)      Menggantikan/menyalurkan kemarahan pada orang lain
7)      Beralih dari korban menjadi pelaku
8)      Dianggap lebih dominan dari korban
9)      Agresif, merasa tidak aman dan cemas
10)  Anti-sosial dan terisolir
11)  Memiliki/memendam rasa kebencian dan frustasi
12)  Memiliki pandangan diri (self views) positif yang tidak realistis
13)  Tidak mampu menyesuaikan terhadap pengharapan baru/kurang jelas
14)  Menunjukkan ketidaknyamanan sosial dan kebingungan
15)  Seringkali tidak sadar dan tidak peduli terhadap rasa dendam korbannya
16)  Diasingkan dan terisolasi dari kehidupan sekolah dan teman sebaya
17)  Memandang sekolah sebagai sesuatu yang tidak bermakna
18)  Memiliki pola perilaku dan sejarah bertindak kejam terhadap binatang
19)  Memiliki pola perilaku pembuat onar
20)  Kurang toleransi terhadap frustasi
21)  Suka membanggakan diri dan kurang memahami kebutuhan orang lain
22)  Kurang memiliki empati dan rasa iba
23)  Kebutuhan yang berlebihan akan kekuasaan dan superioritas
24)  Kebutuhan yang berlebih akan perhatian (haus perhatian)
25)   Mengeksternalisasikan kesalahan
26)  Bermasalah dalam resolusi amarah (anger resolution)
27)  Tidak toleran, berprasangka, dan membeda-bedakan orang lain
28)  Humor yang tidak pantas, sarkastik, dan menyakitkan hati.
29)   Melontarkan ejekan, olok-olok yang mencela, meremehkan dan menghina/mempermalukan
30)  Lebih memilih kelompok social yang tertutup
31)  Mengendalikan suatu perkumpulan social teman sebaya
32)  Kaku dan berpendirian keras (dogmatis)
33)   Agresif secara seksual
34)  Kurang memiliki sensitivitas terhadap gender dan budaya
35)  Mengalami kekosongan atau kehampaan spiritual
36)  Seringkali berpikiran negatif dan irrasional
37)  Menggunakan obat-obatan terlarang
38)  Melakukan tindakan yang beresiko
39)  Sikap menantang dan merusak (destruktif)
40)  Kurang memiliki ketabahan

F.    Dampak Bullying
Berikut ini contoh dampak bullying bagi sang korban :
Depresi
Rendahnya kepercayaan diri / minder
Pemalu dan penyendiri
Merosotnya prestasi akademik
Merasa terisolasi dalam pergaulan
Terpikir atau bahkan mencoba untuk bunuh diri
Beberapa hal yang dapat dicermati dalam kasus Bullying adalah :
Bagaimana mengenali anak yang diindikasi mengalami tindakan intimidasi di sekolahnya?. Ciri-ciri yang harus diperhatikan di antaranya:
Enggan untuk pergi sekolah
Sering sakit secara tiba-tiba
Mengalami penurunan nilai
Barang yang dimiliki hilang atau rusak
Mimpi buruk atau bahkan sulit untuk terlelap
Rasa amarah dan benci semakin mudah meluap dan meningkat
Sulit untuk berteman dengan teman baru
Memiliki tanda fisik, seperti memar atau luka
Jika menemukan ciri-ciri seperti di atas, langkah yang harus dilakukan orangtua di antaranya:
1.      Berbicara dengan orangtua si anak yang melakukan bully terhadap anak Anda
2.      Mengingatkan sekolah tentang masalah seperti ini
3.      Datangi konseling profesional untuk ikut membantu mengatasi masalah ini

G.  Penanganan Bullying

a.    Solusi buat orang tua atau wali orang tua jika anaknya menjadi korban intimidasi (bullying) di sekolah. Beberapa di antaranya:
1.      Satukan Persepsi dengan Istri/Suami.
2.      Pelajari dan Kenali Karakter Anak Kita.
3.      Jalin Komunikasi dengan Anak.
4.       Jangan Terlalu Cepat Ikut Campur
5.      Masuklah di Saat yang Tepat
6.      Bicaralah dengan Orang yang Tepat.
7.      Kalau Perlu, Intimidasilah Pelaku Intimidasi.
8.      Jangan Ajari Anak Lari dari Masalah
9.      Jangan Larut dalam Emosi.

b.    Penanganan yang bisa dilakukan oleh guru:
1.      Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa kejadian tersebut bukan kesalahannya.
2.       Bantu anak mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Pastikan anda menerangkan dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti anak. JANGAN PERNAH MENYALAHKAN ANAK atas tindakan bullying yang ia alami.
3.       Mintalah bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional) untuk membantu mengembalikan anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu. Untuk itu bukalah mata dan hati Anda sebagai orang tua. Jangan tabu untuk mendengarkan masukan pihak lain.
4.       Amati perilaku dan emosi anak anda, bahkan ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan dendam dan potensial menjadi pelaku di kemudian waktu). Bekerja samalah dengan pihak sekolah (guru). Mintalah mereka membantu dan mengamati bila ada perubahan emosi atau fisik anak anda. Waspadai perbedaan ekspresi agresi yang berbeda yang ditunjukkan anak anda di rumah dan di sekolah (ada atau tidak ada orang tua / guru / pengasuh).
5.       Binalah kedekatan dengan teman-teman anak anda. Cermati cerita mereka tentang anak anda. Waspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa.
6.      Minta bantuan pihak ke tiga (guru atau ahli profesional) untuk menangani pelaku.

c.    Pencegahan yang menjadi korban bullying:
1.      Bekali diri dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri
2.      Bekali diri dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan yang mungkin ia alami dalam kehidupannya
3.      Walau anak sudah diajarkan untuk mempertahankan diri dan dibekali kemampuan agar tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap beritahukan anak kemana ia dapat melaporkan atau meminta pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja bullying). Terutama tindakan yang tidak dapat ia tangani atau tindakan yang terus berlangsung walau sudah diupayakan untuk tidak terulang.
4.       Upayakan anak mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan orang yang lebih tua.

d.    Solusi Ketika Telah Terjadi Bullying:
1.      Pendekatan persuasive, personal, melalui teman (peer coaching).
2.       Penegakan aturan/sanksi/disiplin sesuai kesepakatan institusi sekolah dan siswa, guru dan sekolah, serta orang tua dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur pemberian sanksi, lebih ditekankan pada penegakan sanksi humanis dan pengabdian kepada masyarakat (student service).
3.       Dilakukan komunikasi dan interaksi antar pihak pelaku dan korban, serta orangtua.
4.       Ekspose media yang memberikan penekanan munculnya efek negatif terhadap perbuatan bullying sehingga menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar tidak melakukan perbuatan serupa.
e.    Cara mengatasi anak yang telah melakukan tindak bullying
Berikut ini ada beberapa langkah untuk mengatasi anak yang telah melakukan tindakan bullying :
·         Cari tahu apa yang terjadi
·         Menumbuhkan rasa empati terhadap korban
·         Mintalah kepada anak untuk menebus kesalahannya
·         Menjauh dari apa yang dapat menyebabkan anak melakukan tindakan bullying
·         Libatkan sekolah untuk memantau anak Anda.
·         Jadilah teladan bagi anak Anda



BAB III
KESIMPULAN

A.   Kesimpulan

Bullying adalah fenomena yang telah lama terjadi di kalangan remaja. Kasus bullying biasanya menimpa anak sekolah. Pelaku bullying akan mengintimidasi/mengejek kawannya sehingga kawannya tersebut jengkel. Atau lebih parah lagi, korban bullying akan mengalami depresi dan hingga timbul rasa untuk bunuh diri.
      Bullying harus dihindari karena bullying mengakibatkan korbannya berpikir untuk tidak berangkat ke sekolah karena di sekolahnya ia akan di bully oleh si pelaku. Selain itu, bullying juga dapat menjadikan seorang anak turun prestasinya karena merasa tertekan sering di bully oleh pelaku.

3 komentar:

  1. sumber buku untuk makalah ini apa ya? untuk mengetahui jenis2 bullying, tks :)

    BalasHapus
  2. internet sama guru di sekolah sih sumbernya

    BalasHapus