BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah bullying
dimulai bahkan sejak ratus ribu tahun yang lalu saat manusia Neanderthal
digantikan oleh Homo Sapiens yang lebih kuat dan lebih berkembang. Tema
utama yang terekam dari sejarah-sejarah mengenai perilaku bullying
adalah eksploitasi yang lemah oleh yang kuat, bukan secara tidak sengaja namun
secara purposif atau bertujuan.
Sekalipun bullying
telah menjadi sebuah masalah selama berabad-abad, bullying tidak
menerima perhatian penelitian signifikan sampai tahun 1970-an (Olweus, 1978).
Profesor Dan Olweus adalah ilmuwan pertama yang memfokuskan diri pada topik
tersebut dan mengkontribusikan data ilmiahnya pada literatur bullying.
Banyak penelitian Olweus menjelaskan mengapa beberapa anak melakukan bullying
dan mengapa beberapa lainnya menjadi korban bullying. Bukan itu saja,
Olweus juga menunjukkan bahwa bullying di sekolah dapat direduksi secara
signifikan. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat penting.
Hasil studi
dari Olweus mengesankan banyak peneliti sosial di dunia. Sebelum abad ke -20
berakhir, ratusan studi serupa telah dilakukan di banyak negara. Buku, artikel,
website, video dan CD mulai bermunculan dengan maksud untuk menjelaskan
apa saja yang perlu kita lakukan untuk mereduksi bahkan menghentikan bullying
di sekolah.
Sebagaimana
yang diindikasikan oleh Olweus (1978), penelitian berkenaan dengan bullying
dimulai di negara-negara Eropa. Perhatian penelitian di Norwegia dan Swedia
pada tahun 1980-an mengarah pada kampanye intervensi nasional pertama menentang
bullying. Kesuksesan penelitian ini memotivasi negara-negara lain
seperti Finlandia, Inggris, dan Irlandia untuk meneliti bullying (Ross,
2002; Smith&Brain, 2000). Sejak akhir tahun 1980-an, Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) telah melaksanakan penelitian-penelitian lintas bangsa setiap empat
tahun berkenaan dengan perilaku sehat pada anak-anak usia sekolah. Sampel usia
11, 13, dan 15 tahun dari berbagai dunia dinilai, dan bullying dimasukan
sebagai suatu aspek penting dari penelitian tersebut.
Di Asia, Jepang
merupakan negara yang telah melakukan upaya-upaya untuk memahami bullying
dan mengembangkan cara-cara untuk mencegah bullying. Kata Bahasa Jepang ijime
diterjemahkan sebagai “bullying” dalam Bahasa Inggris. Menurut
Kawabata (2001), ijime merujuk pada bullying yang menyebabkan
hasil-hasil dalam trauma dan dalam beberapa kasus fobia sekolah. Selain itu,
Tanaka (2001) menggambarkan shunning sebagai suatu tipe bullying
yang khas ditemukan di Jepang. Shunning adalah satu tipe bullying
dimana sekolompok teman sebaya secara kolektif mengabaikan dan mengeluarkan
seorang korban (dari kelompoknya).
Di Amerika, bullying
jelas-jelas merupakan sebuah isu serius. Menurut Ross (2002), bullying
itu dianggap bentuk agresi yang paling dominan ditemukan di sekolah-sekolah
Amerika dan berpengaruh kuat pada sebagian besar para siswa bila dibandingkan
dengan bentuk-bentuk kekerasan lain.
B.
Definisi Bullying
Istilah Bullying belum banyak dikenal masyarakat, terlebih
karena belum ada padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia (Susanti,
2006). Bullying berasal dari kata bully, menurut kamus
Inggris-Indonesia karangan Echols dan Shadily bully diartikan sebagai :
“bully /’bulie/ kb. (j. –lies)
penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. –ks. Inf.: baik, bagus,
kelas satu, nomor wahid. –kkt. (bullied) menggertak, mengganggu.”
Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai
masyarakat untuk menggambarkan fenomena Bullying di antaranya
adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau
intimidasi (Susanti, 2006).
BAB II
ISI
A.
Kategori
Bullying
1. Bullying kategori rendah (low) biasanya melibatkan periode yang singkat (1-8
hari dalam satu bulan), tindakannya dapat meliputi ejekan, pemberian julukan
yang buruk, dan pengucilan sewaktu-waktu. Bullying dalam kategori ini
biasanya menyebalkan dan tidak menyenangkan serta dapat bereskalasi menjadi
bentuk bullying yang lebih serius. Kebanyakan perilaku bullying
di sekolah berada dalam tingkatan ini.
2. Bullying kategori sedang (intermediate) terjadi saat seseorang mengalami
bentuk pelecehan dan penghinaan yang sistematik dan meyakinkan selama periode
waktu yang cukup lama (9-16 hari dalam satu bulan). Tindakannya dapat meliputi
ejekan yang kejam, pengucilan yang berkelanjutan, dan beberapa ancaman dan
serangan fisik yang halus seperti mendorong, menjegal, menarik baju dan
sebagainya.
3. Bullying kategori tinggi (severe) melibatkan intimidasi dan tekanan yang
kejam dan intens, terutama saat hal tersebut terjadi dalam jangka waktu
yang panjang atau lama dan sangat menimbulkan distress bagi korbannya. Bullying
kategori ini seringkali melibatkan serangan fisik yang cukup ekstrim seperti
memukul, menendang, melukai dengan senjata dan sebagainya, namun bisa juga
melibatkan aksi non-fisik seperti pengasingan total dari kelompok, fitnah yang
kejam dan sarkasme yang berlebihan.
B.
Jenis Bullying
a. Bullying secara verbal, berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam,
penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial), pernyataan-pernyataan
bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror, surat-surat yang
mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan
keliru, gosip dan lain sebagainya. Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah
salah satu jenis yang paling mudah dilakukan, kerap menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat
menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh.
b. Bullying secara fisik, yang termasuk
jenis ini ialah memukuli, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit,
emiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang
menyakitkan, merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak yang
tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling
tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Anak yang
secara teratur melakukan bullying dalam bentuk ini kerap
merupakan anak yang paling bermasalah dan cenderung beralih pada
tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut.
c. Bullying secara relasional
(pengabaian), digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau
bahkan untuk merusak hubungan persahabatan. Bullying secara
relasional adalah pelemahan harga diri si korban secara sistematis melalui
pengabaian, pengucilan, pengecualian atau penghindaran. Perilaku ini dapat
mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan
mata, helaan nafas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh
yang kasar. Bullying secara relasional mencapai puncak kekuatannya di
awal masa remaja, saat terjadi perubahan-perubahan fisik, mental, emosional dan
seksual. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan
menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya.
d. Bullying elektronik, merupakan
bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya melalui sarana
elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room,
e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan
menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya
mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya
dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik
terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya.
C. Proses dan
Siklus Bullying
Proses dan
siklus dimana bullying dimulai dan berkembang dapat diilustrasikan dalam
serangkaian diagram. Siklus atau proses bullying dimulai saat terdapat
anak yang relatif lemah dan rentan terhadap serangan orang lain. Menurut
penelitian, biasanya anak semacam ini introvert, secara fisik lebih
lemah dibanding anak-anak lain, cemas, terisolir dan dijadikan objek olok-olok.
Selanjutnya, muncul seorang anak atau sekelompok anak yang lebih kuat dan
menempatkan korban kedalam situasi bullying. Situasi bullying ini
biasanya dimulai dengan olok-olok dan ejekan, dan hal tersebut bisa tidak
berlanjut dan bisa juga berkembang menuju tingkat yang lebih tinggi. Beberapa
anak mulai ikut serta menjadi pelaku bullying dan korban mulai mengalami
kekerasan verbal, tekanan dan dalam kasus yang ekstrim ia bisa saja mengalami
serangan fisik. Periode penolakan ini bisa beralih menjadi periode dimana
korban menjadi terisolir.
Jika korban
merupakan korban pasif dan tidak resisten, terlihat bahwa korban pasif biasanya
merasa takut dan cemas. Jika korban memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia
terganggu atau ia menyerah, maka hal tersebut merupakan bukti bahwa si pelaku
berhasil. Pelaku memperoleh rasa senang dan puas atas dominasinya. Jika ada
pembenaran atau penguatan dari orang lain (bystanders), maka secara
perlahan empati si pelaku akan menghilang dan bullying akan berlanjut
menjadi bentuk yang lebih intens dan lebih terelaborasi. Bagi korban hal ini
merupakan pengalaman yang akan menghantui dirinya selama berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun.
Siklus bullying
dapat terhenti ketika ada korban yang berusaha mencari pertolongan atau mencari
cara untuk melepaskan diri menghindar dari pelaku bullying, ada yang
menemukan cara tersebut dan ada juga yang tidak. Cara-cara yang ditempuh bisa
dengan melarikan diri, melawan balik, bersikap dingin seakan tidak terjadi
apa-apa, ataupun mencari bantuan dengan melapor pada orang dewasa. Korban yang
menemukan cara untuk lepas dari situasi bullying disebut korban yang
resisten. Ada juga korban yang menjadi resisten karena memperoleh pertolongan
dari pihak lain, dan hal ini juga dapat mendobrak siklus bullying.
D.
Faktor Penyebab Terjadinya Perilaku Bullying
1. Kurangnya perhatian
Kurangnya
keterlibatan orang tua terhadap anak membuat anak menjadi caper atau cari
perhatian dari orang lain. Dan itu menyebabkan anak menjadi selalu ingin
diperhatikan sekalipun ia harus melakukan kekerasan
2. Gender
sebagai laki-laki dan kecenderungan untuk berkelahi
Banyak
dari mereka yang mendidik anak laki-lakinya bahwa laki-laki itu harus kuat,
tidak boleh kalah dalam persaingan tapi tidak memberi contoh dari hal-hal yang
diajarkan tersebut sehingga anak salah dalam memahami kuat itu bagaimana,
menang dari persaingan itu seperti apa. Akhirnya, anak menjadi suka berkelahi
dan berperilaku yang kurang baik dengan tujuan ingin diakui sebagai laki-laki.
Selain itu, anak menjadi berperilaku agresif secara fisik dan membuat anak
menjadi sering dimusuhi. Akibat dari dimusuhi, akhirnya anak jadi sering
berkelahi karena ingin membalas dendam.
3. Adegan kekerasan dari beberapa media
Berbagai
media seperti game,
televisi, dan film sering menampilkan tayangan perang dan kekerasan. Maka dari
itu, orang tua harus mendampingi dan mengawasi anak saat bermain game maupun
menonton film dan jangan lupa bagi orang tua untuk memperingatkan anak untuk
tidak meniru adegan-adegan yang berhubungan dengan kekerasan, sebab anak
cenderung meniru pada apa yang ia tonton dan ia mainkan.
4. Masalah keluarga
Seringnya
terjadi percekcokan antara ayah dan ibu yang dilakukan di depan anak serta
orang tua yang sering memarahi anaknya menyebabkan emosional anak tidak stabil
dan menjadi agresif.
5. Faktor psikologis dari orang tua
Orang
tua juga harus menjadi teladan yang baik bagi anaknya, jangan sampai Anda salah
dalam mendidik anak yang justru malah menyebabkan anak melakukan tindakan bullying. Orang
tua yang memiliki kesehatan mental dan jiwa yang kurang baik berpotensi besar
memiliki anak yang melakukan tindakan bullying.
6.
Kecenderungan permusuhan
Dalam hubungan keluarga maupun pertemanan, permusuhan seringkali tak bisa dihindari. Merasa dimusuhi akan membuat anak merasa dendam dan ingin membalasnya.
Dalam hubungan keluarga maupun pertemanan, permusuhan seringkali tak bisa dihindari. Merasa dimusuhi akan membuat anak merasa dendam dan ingin membalasnya.
7. Riwayat
korban kekerasan
Biasanya, anak yang pernah mengalami kekerasan khususnya dari orang tua lebih cenderung 'balas dendam' pada temannya di luar rumah.
Biasanya, anak yang pernah mengalami kekerasan khususnya dari orang tua lebih cenderung 'balas dendam' pada temannya di luar rumah.
8.
Riwayat berkelahi
Kadang berkelahi untuk membuktikan kekuatan bisa menjadikan seseorang ketagihan untuk tetap melakukannya. Bisa jadi karena mereka senang karena memperoleh pujian oleh banyak orang.
Kadang berkelahi untuk membuktikan kekuatan bisa menjadikan seseorang ketagihan untuk tetap melakukannya. Bisa jadi karena mereka senang karena memperoleh pujian oleh banyak orang.
E.
Karakteristik Pelaku Bullying
karakteristik
pelaku bullying dalam daftar ciri-ciri bully, yakni sebagai
berikut :
1) Melakukan perilaku agresif berulang
2) Berpikiran positif terhadap penggunaan kekerasan
3) Kurang kasih sayang dalam suatu hubungan
4) Mengalami kebingungan dalam diri
5) Mengembangkan pola perilaku impulsif
6) Menggantikan/menyalurkan kemarahan pada orang lain
7) Beralih dari korban menjadi pelaku
8) Dianggap lebih dominan dari korban
9) Agresif, merasa tidak aman dan cemas
10) Anti-sosial dan terisolir
11) Memiliki/memendam rasa kebencian dan frustasi
12) Memiliki pandangan diri (self views) positif
yang tidak realistis
13) Tidak mampu menyesuaikan terhadap pengharapan
baru/kurang jelas
14) Menunjukkan ketidaknyamanan sosial dan kebingungan
15) Seringkali tidak sadar dan tidak peduli terhadap rasa
dendam korbannya
16) Diasingkan dan terisolasi dari kehidupan sekolah dan
teman sebaya
17) Memandang sekolah sebagai sesuatu yang tidak bermakna
18) Memiliki pola perilaku dan sejarah bertindak kejam
terhadap binatang
19) Memiliki pola perilaku pembuat onar
20) Kurang toleransi terhadap frustasi
21) Suka membanggakan diri dan kurang memahami kebutuhan
orang lain
22) Kurang memiliki empati dan rasa iba
23) Kebutuhan yang berlebihan akan kekuasaan dan superioritas
24) Kebutuhan yang berlebih akan perhatian (haus
perhatian)
25) Mengeksternalisasikan kesalahan
26) Bermasalah dalam resolusi amarah (anger resolution)
27) Tidak toleran, berprasangka, dan membeda-bedakan orang
lain
28) Humor yang tidak pantas, sarkastik, dan menyakitkan
hati.
29) Melontarkan
ejekan, olok-olok yang mencela, meremehkan dan menghina/mempermalukan
30) Lebih memilih kelompok social yang tertutup
31) Mengendalikan suatu perkumpulan social teman sebaya
32) Kaku dan berpendirian keras (dogmatis)
33) Agresif secara
seksual
34) Kurang memiliki sensitivitas terhadap gender dan
budaya
35) Mengalami kekosongan atau kehampaan spiritual
36) Seringkali berpikiran negatif dan irrasional
37) Menggunakan obat-obatan terlarang
38) Melakukan tindakan yang beresiko
39) Sikap menantang dan merusak (destruktif)
40) Kurang memiliki ketabahan
F.
Dampak Bullying
Berikut ini contoh dampak bullying bagi sang
korban :
* Depresi
* Rendahnya kepercayaan diri / minder
* Pemalu dan penyendiri
* Merosotnya prestasi akademik
* Merasa terisolasi dalam pergaulan
* Terpikir atau bahkan mencoba untuk bunuh diri
Beberapa hal
yang dapat dicermati dalam kasus Bullying adalah :
Bagaimana mengenali anak yang diindikasi mengalami tindakan intimidasi di sekolahnya?. Ciri-ciri yang harus diperhatikan di antaranya:
Bagaimana mengenali anak yang diindikasi mengalami tindakan intimidasi di sekolahnya?. Ciri-ciri yang harus diperhatikan di antaranya:
* Enggan untuk pergi sekolah
* Sering sakit secara tiba-tiba
* Mengalami penurunan nilai
* Barang yang dimiliki hilang atau rusak
* Mimpi buruk atau bahkan sulit untuk terlelap
* Rasa amarah dan benci semakin mudah meluap dan
meningkat
* Sulit untuk berteman dengan teman baru
* Memiliki tanda fisik, seperti memar atau luka
Jika menemukan
ciri-ciri seperti di atas, langkah yang harus dilakukan orangtua di antaranya:
1. Berbicara dengan orangtua si anak yang melakukan bully
terhadap anak Anda
2. Mengingatkan sekolah tentang masalah seperti ini
3. Datangi konseling profesional untuk ikut membantu
mengatasi masalah ini
G.
Penanganan Bullying
a. Solusi buat orang tua atau wali orang tua jika anaknya
menjadi korban intimidasi (bullying) di sekolah. Beberapa di antaranya:
1.
Satukan Persepsi dengan Istri/Suami.
2.
Pelajari dan Kenali Karakter Anak Kita.
3.
Jalin Komunikasi dengan Anak.
4.
Jangan Terlalu Cepat Ikut Campur
5.
Masuklah di Saat yang Tepat
6.
Bicaralah dengan Orang yang Tepat.
7.
Kalau Perlu, Intimidasilah Pelaku Intimidasi.
8.
Jangan Ajari Anak Lari dari Masalah
9.
Jangan Larut dalam Emosi.
b.
Penanganan yang bisa dilakukan oleh guru:
1. Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi.
Tekankan bahwa kejadian tersebut bukan kesalahannya.
2. Bantu anak
mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan
mengapa hal itu terjadi. Pastikan anda menerangkan dalam bahasa sederhana dan
mudah dimengerti anak. JANGAN PERNAH MENYALAHKAN ANAK atas tindakan bullying
yang ia alami.
3. Mintalah
bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional) untuk membantu mengembalikan
anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu. Untuk itu bukalah mata dan hati
Anda sebagai orang tua. Jangan tabu untuk mendengarkan masukan pihak lain.
4. Amati perilaku
dan emosi anak anda, bahkan ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama
berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan dendam dan potensial menjadi
pelaku di kemudian waktu). Bekerja samalah dengan pihak sekolah (guru).
Mintalah mereka membantu dan mengamati bila ada perubahan emosi atau fisik anak
anda. Waspadai perbedaan ekspresi agresi yang berbeda yang ditunjukkan anak
anda di rumah dan di sekolah (ada atau tidak ada orang tua / guru / pengasuh).
5. Binalah
kedekatan dengan teman-teman anak anda. Cermati cerita mereka tentang anak
anda. Waspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa.
6. Minta bantuan pihak ke tiga (guru atau ahli
profesional) untuk menangani pelaku.
c.
Pencegahan yang menjadi korban bullying:
1. Bekali diri dengan kemampuan untuk membela dirinya
sendiri
2. Bekali diri dengan kemampuan menghadapi beragam
situasi tidak menyenangkan yang mungkin ia alami dalam kehidupannya
3. Walau anak sudah diajarkan untuk mempertahankan diri
dan dibekali kemampuan agar tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap
beritahukan anak kemana ia dapat melaporkan atau meminta pertolongan atas
tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja bullying). Terutama tindakan yang
tidak dapat ia tangani atau tindakan yang terus berlangsung walau sudah
diupayakan untuk tidak terulang.
4. Upayakan anak
mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan orang yang
lebih tua.
d.
Solusi Ketika Telah Terjadi Bullying:
1. Pendekatan persuasive, personal, melalui teman (peer
coaching).
2. Penegakan
aturan/sanksi/disiplin sesuai kesepakatan institusi sekolah dan siswa, guru dan
sekolah, serta orang tua dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur pemberian
sanksi, lebih ditekankan pada penegakan sanksi humanis dan pengabdian kepada
masyarakat (student service).
3. Dilakukan
komunikasi dan interaksi antar pihak pelaku dan korban, serta orangtua.
4. Ekspose media
yang memberikan penekanan munculnya efek negatif terhadap perbuatan bullying
sehingga menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar tidak melakukan perbuatan
serupa.
e.
Cara mengatasi anak yang telah melakukan tindak bullying
Berikut ini ada
beberapa langkah untuk mengatasi anak yang telah melakukan tindakan bullying :
·
Cari tahu apa yang
terjadi
·
Menumbuhkan rasa
empati terhadap korban
·
Mintalah kepada
anak untuk menebus kesalahannya
·
Menjauh dari apa
yang dapat menyebabkan anak melakukan tindakan bullying
·
Libatkan sekolah
untuk memantau anak Anda.
·
Jadilah teladan
bagi anak Anda
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Bullying
adalah fenomena yang telah lama terjadi di kalangan remaja. Kasus bullying
biasanya menimpa anak sekolah. Pelaku bullying akan mengintimidasi/mengejek
kawannya sehingga kawannya tersebut jengkel. Atau lebih parah lagi, korban
bullying akan mengalami depresi dan hingga timbul rasa untuk bunuh diri.
Bullying harus dihindari karena bullying
mengakibatkan korbannya berpikir untuk tidak berangkat ke sekolah karena di
sekolahnya ia akan di bully oleh si pelaku. Selain itu, bullying juga dapat
menjadikan seorang anak turun prestasinya karena merasa tertekan sering di
bully oleh pelaku.
Terimakasih!!!
BalasHapussumber buku untuk makalah ini apa ya? untuk mengetahui jenis2 bullying, tks :)
BalasHapusinternet sama guru di sekolah sih sumbernya
BalasHapus